Kamis, 21 Oktober 2010

Memamdang dengan Cinta 2

          karena cinta itu juga merupakan perasaan rohani (eksistensial), maka ia melekat pada Qolbu kita, melekat dalam kesadaran kita, dengan demikian kembalilah kepada faktor "kewajiban" tadi, kewajiban yang memaksa dan melahirkan "amal yang baik".

          Qolbu yang di gedor untuk mencintai itu melahirkan kewajiban untuk mengikuti dan taat. Pengakuan iman saja mengatakan "aku cinta" saja, tanpa dibarengi dengan kewajiban memenuhi kehendak yang di cintainya,maka gugurlah iman dan cintanya itu, atau tidak sempurnalah iman dan cintanya tersebut.

           Tanpa berpadu pada sunnah niscaya cinta yang kita pupk itu akan tumbuh dengan liar, yang kemudian bergerumbul menjadi hutan belukar yang menyesatkan diri kita sendiri. Cinta harus tumbuh, tetapi pertumbuhannya itu di bimbing oleh pengetahuan dengan jalan mengaktivitasi potensial akal! Lahirlah kewaspadaan yang kemudian harus menjadi bahan pertimbangan dan keputusan dari qolbu kita. Apabila qolbu sudah menegaskan (menghilangkan) pertimbangan atau informasi akal, maka terlampirlah cinta buta tersebut. Yaitu cinta yang terlepas dari waspada, terperangkap dalam kelalaian dan sikap nekad! Cinta di dalam qolbu itu harus tampil sebagai penjaga keseimbangan, sehingga terperiha sikap amarah.

          Memeng benar bahwa cinta itu subyektif dan sulit dilukiskan secara utuh. Walaupun demikian tidaklah berarti mencampakan nilai objektif, kenyataan empiris. Karena fungsi "keseimbangan" itulah maka cinta harus tunduk pada aturan permainan yang sudah ditetapkan. Bagaimanapun cintanya seorang pemuda terhadap seorang wanita, tidaklah berati pemuda itu harus mentafsirkan cara atau aturannya sendiri. Justru karena pemuda itu ingin mencintai dan dicintai maka pemuda itu harus tahu aturan bercinta, harus menghargai aturan adat apakah yang di akui oleh sang kekasihnya.

          Kalau tetap saja ngotot, bahwa cinta itu buta, lantas ingin merebut "hati" kekasihnya dengan cara sendiri, maka itulah yang disebut PEMERKOSAAN ! Konon pula ingin memenuhi kegandrungan atas cinta dan keinginan dicintainya.

          Dengan mengetahui aturan permainan, maka kerahkanlah seluruh potensi yang kalian miliki untuk "kewajiban" memenuhi kerinduan qolbu memperoleh cintanya. Fenomena cinta itu adalah berkesinambungan, dinamis dan tidak mengenal arti "final". Bagai mana mungkin  kita mengklaim bahwa cintamu sudah sampai pada puncaknya? Ingat nikmat yang dilimpahkan Alloh pada manusia tidak pernah akan mampu kita reguk keseluruhannya. Dengan memahami possibility yang kita miliki mengandung arti bahwa cinta dan penghargaan kita atas semua nikmat adalah dinamis, selalu menuju kepada yang "ingin lebih baik".

>dewan mubaligh indonesia

 

Rabu, 13 Oktober 2010

Memandang dengan Cinta 1


Salah satu kata yang paling banyak disebut, disanjung dan didambakan adalah kata "Cinta". Tetapi semakin disebut, semakin sadarlah kita bahwasannya kita berjumpa dengan suatu persoalan untuk mendefiisikannya. Untaian kalimat, serasa tidak pernah merasa mewakili suasana batin tentang cinta itu.
     Sesuatu yang dirasakan "bahagia", belum tentu akan dirasakan sama oleh orang lain. Cinta melampaui dunia empiris. Dia hidup bergejolak penuh dengan imajinasi. penuh harap dan kerinduan yang teramat mendesak dari dalam. Walau demikian tidaklah berarti, bahwa perasaan "cinta" ini tercabut dari "dunia". Ego tidak mungkin berkembang tanpa bantuan "kediriannya" (self my self). Begitu pula sebaliknya, perkembangan self itu hanya mungkin apabila ada ego cinta. Cinta adalah nikmat paling luhur yang diberikan Alloh kepada setiap makhluk. Tanpa cinta, hancurlah eksistensi makhluk itu.
     Dalam kehidupan, sering kita rasakan bahwa cinta itu selalu ber konfrontasi dengan benci, ketika cinta'a gagal maka tampillah secara mengherankan, perasaancinta itu! Bagi saya, karena cinta itu adalah energi negativ. Dua energi ini pun adalah sebuah nikmat dari Alloh. Kita tidak bisa menghindari fitrah ini. Hendaknya dari dua kalimat ini lahirlah "kewajiban". Ya...cinta harus mampu melahirkan "kewajiban" (what i have to do). Kewajiban untuk memperoleh karunianya (gaining approval), dan sekaligus melahirkan kewajiban untuk menghindari murkanya (avoiding disapporoval).
Cinta dan kewajiban , harus merupakan dua sisi yang harus saling melengkapi,satu simbiose mutualistis. Apakah kewajiban itu? Dia adalah kesedaran dari dalam yang bersifat memaksa. kalau begitu apa artinya cinta, ikhlas, sukarela? Apabila ada sifat memaksa? Benar! itu semua tidak ada artinya selama sifat memaksa itu datang dari luar bukan dari kesadaran dalam. Perasaan merupakan stimulasi dari luar, tidak akan pernah melahirkan cinta. Melainkan kepura-puraan (artificial). Cinta harus tumbuh dari kesadaran qolbu, yang menggedor memaksa diri untuk melaksanakan kewajiban. Dengan demikian sadarlah kita, bahwa dengan cinta adalah benih yang disemai Yang Maha Rahman, maka harus dikembangkan oleh potensi diri kita, yaitu kerjasama yang akrab antara nafsu  ammarah, lawwamah dan muthma'inah.

bersambung,.. >memandang dengan cinta 2

Tentang kehidupan, ambilah setiap kesempatan dan pikullah tanggung jawabnya. Jangan hanya mau indahnya saja, tapi terimalah pula kepedihan di dalam sana. Terima setiap pilihanmu dalam suatu paket baik buruknya. Itulah hidup yg bagi kita adalah berani menerima tantangan, dan berani mempertanggung jawabkan. Sebuah pilihan pasti sarat dg cobaan. Jangan kau pandang sebagai sebuah masalah, tp camkan sebagai sebuah ujian hingga kau tertantang mengurai dan mendapatkan jawabannya. Memilih belum tentu benar, tapi benar didapat dr memilih. Jadi apapun itu, jika kamu menetapkan untuk tidak memilih, pd dasarnya tetaplah memilih. Carilah, pilihlah, putuskanlah.